Kisah Kubah Masjid Sunan Kalijaga yang Hilang dan Kembali dengan Sendirinya: Okezone Travel

Uncategorized56 Dilihat

EKSPANSI, PENYEBARAN Agama Islam di wilayah Gunungkidul DIY tidak pernah lepas dari perjuangan Sunan Kalijaga, salah satu wali songo di Pulau Jawa. Sunan Kalijaga konon berkelana dari satu tempat ke tempat lain di Gunungkidul.

Salah satunya di Kapanewon Panggang. Ada dua masjid di Kapanewon yang konon merupakan masjid tempat Sunan Kalijaga menyebarkan ilmunya di kawasan Kapanewon sisi selatan Gunungkidulu.

Yaitu Masjid Sunan Kalijaga di Padukuhan Blimbing, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Gunungkidul. Masjid ini cukup berbeda dengan masjid pada umumnya. Sesuai dengan namanya, masjid ini konon merupakan peninggalan Sunan Kalijagu. Jadi diyakini sudah cukup tua.

Seorang warga lanjut usia sekaligus takmir masjid, Marjiyo (68), berdasarkan cerita yang diterimanya, mengatakan bangunan pertama yang dibangun bukanlah masjid melainkan Tajuk. Tajuk merupakan bangunan kecil untuk tempat ibadah, bahannya terbuat dari anyaman bambu.

Tajuk mendirikan Sunan Kalijaga sebagai tempat pemujaan Ki Ageng Pemanahan. Ternyata selain Tajuk juga terdapat sumur di sebelah selatan Tajuk. Kedua bangunan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Masjid Sunan Kalijaga.

Ki Ageng Pemanahan atau yang lebih muda bernama Ki Bagus Kacung sedang melakukan semedi atau tapa di kawasan tersebut untuk mencari petunjuk terkait wahyu keraton terhadap Sunan Kalijaga.

“Konon dia sering melakukan rutinitas meditasinya di atas bukit,” ujarnya.

Ki Ageng Pemanahan sering bertapa di bukit yang awalnya bernama Kembang Semampir. Dan tajuk yang dibangun oleh Sunan Kalijaga digunakan oleh Ki Ageng Pemanahan untuk beribadah bila waktunya tiba.

(Foto: Istimewa)

Tempat Tajuk berjarak sekitar beberapa ratus meter dari tempat semedi yang sekarang dikenal dengan nama Kembang Lampir (tempat turunnya wahyu Mataram). Kini Kembang Lampir juga menjadi tempat ziarah yang sering dikunjungi untuk berziarah

Baca Juga  Seniman muda Indonesia memamerkan mural yang semarak di Pos Bloc Spectacle: Okezone Lifestyle

Penduduk setempat secara bertahap menggunakan editor. Warga menjaga peninggalan Sunan Kalijaga secara turun temurun. Dan pada masa penjajahan Belanda, kubah atau mustaka Tajik pun hilang.

Hilangnya kubah Tajik yang terbuat dari tanah liat disebabkan oleh Belanda. Mustaka menghilang tanpa jejak setelah Tajuk dibakar oleh para penyerang.

Konon, ketika Belanda ingin mengadili seseorang yang mereka anggap bersalah, setiap kali mereka bersembunyi di Tajuk, mereka selalu aman. Melalui mata-mata Belanda, diketahui tempat persembunyiannya berada di Tajuk.

“Agar warga tidak menggunakan tajuk tersebut untuk bersembunyi, maka tajuk tersebut dibakar,” kenangnya.

Saat akan dibangun kembali, warga sudah tidak memiliki kubah sebagai penutup atap. Warga kemudian berinisiatif membeli di Klaten.

Ikuti berita Okezone berita Google

Ikuti terus semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang
klik disinidan nantikan kejutan menarik lainnya

Kisah Pembelian Mustaka Masjid Kalijaga

Lanjut Marjiyo, konon ada tiga tokoh masyarakat yang hendak membeli kubah baru. Di tengah perjalanan, ketiga warga itu bertemu dengan seseorang yang berkumis.

“Setelah niat membeli mustaka diumumkan, ada yang menawarkan mustaka yang dibawanya,” lanjut Marjiyo.

Telah tercapai kesepakatan mengenai jual beli kubah tersebut. Namun, saat ketiga orang itu membungkuk untuk mengambil uang yang terselip di balik pakaiannya, orang misterius penjual mustak itu menghilang. Ketiganya menduga orang tersebut adalah Sunan Kalijaga.

Infografis tentang wisata religi di Jakarta

Musaka juga diyakini sebagai kubah yang hilang saat Tajuk dibakar Belanda. Musaka tetap terpasang hingga saat ini. Kubah Masjid Sunan Kalijaga masih bertahan hingga saat ini. Mustaka kuno ini diyakini merupakan mustaka yang dipasang pada saat bangunan pertama kali dibangun.

Baca Juga  5 Zodiak yang Suka Pinjam Uang dan Marah Penagihan: Gaya Hidup Okezone

Seiring berjalannya waktu, gedung Pos diperluas. Seingat Marjiyo, paling tidak sudah tiga kali diperbaharui. Ia mengenang dua kali renovasi yang dilakukan pada tahun 1982 dan 1998. Saat ini, masjid tersebut berukuran 9 x 16 meter persegi. Terdiri dari bangunan induk masjid dan serambi.

Dahulu, masyarakat desa setempat menjadikannya sebagai pusat peribadahan terbesar. Bahkan sebagian masyarakat luar desa juga ikut memuja masjid ini. Seiring bertambahnya jumlah bangunan masjid, Masjid Sunan Kalijaga saat ini hanya digunakan oleh warga di Padukuhan Blimbing.

Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *