Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca pengumuman data inflasi AS.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,13% terhadap dolar AS di angka Rp15.200/US$1 pada awal perdagangan hari ini, Jumat (11/8/2023). Rupiah bahkan sempat melemah hingga 0,24%. Hal ini berkebalikan dengan penutupan perdagangan kemarin yang sempat menguat dalam dua hari terakhir.
Pergerakan rupiah hari ini disebabkan oleh data inflasi AS Juli. Inflasi Juli mencapai 3,2% (year on year/yoy) atau lebih tinggi dibandingkan Juni yang tercatat sebesar 3% (yoy).
Kendati demikian, inflasi periode Juli lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar yakni 3,3% (yoy).
Inflasi inti di luar harga komoditas energi dan pangan- mencapai 4,7% (yoy) dan 0,2% (month to month/mtm) pada Juli. Data ini menunjukkan bahwa inflasi secara tahunan, baik inti maupun umum, masih jauh berada di atas level target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) di kisaran 2%.
Sebagai akibatnya, harapan pasar melihat Teh Fed melunak masih jauh. Kebijakan The Fed yang susah melunak akan melambungkan dolar AS dan sebaliknya membuat mata uang negara lain akan ambruk, termasuk rupiah.
Suku bunga tinggi akan membuat investor lebih memilih untuk membeli aset aman dengan daya tarik lebih tinggi seperti dolar AS.
Sebaliknya, kabar gembira datang dari tenaga kerja AS. Tidak hanya inflasi AS, Negeri Paman Sam juga merilis data klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 5 Agustus.
Jumlah pekerja yang mengajukan klaim pengangguran melonjak hingga mencapai 248 ribu. Jumlah ini lebih tinggi dari perkiraan konsensus di 230 ribu.
Lonjakan klaim pengangguran setidaknya memberi harapan jika data tenaga kerja AS mulai mendingin sehingga ada peluang inflasi melandai ke depan.
Pergerakan mata uang Garuda masih rawan melemah. Hal ini disampaikan Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto yang memproyeksikan rupiah akan bergerak di angka Rp15.083 hingga Rp15.345. Menurut beliau, angka tersebut merupakan proyeksi untuk satu pekan ke depan.
Ia pun berharap agar perekonomian Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang solid hingga akhir tahun ini dengan performa ekspor yang yang masih menggeliat. Ekspor relatif kuat karena komoditas andalan ekspor tidak mengalami penurunan harga yang sangat drastis.
Sedangkan dari sisi suku bunga, Citibank merevisi proyeksinya menjadi longer for interest rate of Indonesia di level 5,75% yang sebelumnya diproyeksikan terjadinya cut interest rate di Septemberi 2023.
Perubahan ini berdasarkan kondisi ketidakpastian global yang belum stabil, lantas Citibank memandang BI perlu menahan suku bunganya lebih lama lagi di level 5,75%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?
(rev/rev)
Quoted From Many Source